Selama ini, bahkan sebelum pelatih yang akrab disapa Milo itu melatih Arema, Rafli kerap dimainkan sebagai gelandang serang. Sementara itu, pelatih timnas Indonesia U-22, Indra Sjafri memasangnya sebagai penyerang tunggal dalam formasi 4-3-3.
"Saya tidak bisa memainkannya sebagai striker, karena di depan kami sudah punya Sylvano Comvalius dan Dedik Setiawan, sementara di posisi penyerang sayap ada Dendi Santoso dan Riky Kayame, juga pemain lainnya, lagipula permainan Rafli akan lebih berbahaya bukan di posisi striker," kata Milo.
Menurutnya, pihaknya tak mungkin memainkan strategi menggunakan formasi dua striker demi mengakomodir menjadikan Rafli sebagai penyerang. Sebab, di tangannya, Arema lebih nyaman bermain dengan formasi 4-3-3 dengan satu striker tunggal di depan.
"Kami bermain dengan satu striker saja dengan formasi 4-3-3, kami tak memainkan dua striker, sulit bagi kami mengubah kebiasaan, saya pikir Rafli akan lebih berbahaya jika dimainkan sebagai gelandang serang di belakang striker, seperti posisi Makan Konate," imbuh pelatih berlisensi kepelatihan UEFA Pro tersebut.
Terlebih, jika diamatinya, tiga gol yang dibuat Rafli ke gawang timnas Filipina U-22 tak lepas dari pergerakannya masuk dari posisi lini kedua. Namun, Milo tetap menghormati keputusan Indra Sjafri yang lebih memilih memasang Rafli sebagai ujung tombak Skuad Garuda.
"Memang, persaingan pemain lini tengah di tim kami sangatlah ketat, apalagi posisi Rafli sama seperti Konate, namun pengalaman Rafli sebagai striker di timnas Indonesia U-22 tentu membuat kami memiliki lebih banyak opsi pemain, ini juga baik bagi pengembangan pemain muda di tim kami, mereka bisa menunjukkan kemampuan dalam sesi latihan," pungkasnya.
Comments
Post a Comment